Tuhan Memang Begitu
Tuhan memang begitu.
Menyuruh kita banyak minta tapi nggak semua dijawabnya.
Menyuruh kita banyak bersabar dan bersujud semata-mata supaya kita nggak
memikirkan kesedihan dan kekecewaan. Nggak muncul di depan mata kita, nggak
menunjukkan kuasa-Nya dengan cara spektakuler yang semua makhluk tidak ada yang
bisa meniru-Nya. Padahal ada kemungkinan seluruh hamba menjadi taat kalau apa
yang mereka tangisi dijawab. Semakin mencintai kalau keinginan terpenuhi.
Semakin memuja kalau dimuliakan.
Tapi manusia selamanya memang manusia. salah bernalar dengan
dimensi Tuhan. Terlalu rendah untuk mengia-ngira. Tanggung jawab sendiri kalau
mau bahagia. Kita di atas telapak tangan. Boneka satu setelan. Dunia dalam
aquarium kaca satu arah. Cuma pencipta yang bisa melihat, Cuma sang profesor
yang bisa membetulkan, Cuma sang pemilik hak yang mengatur isi kita dan dunia
yang kita isi. Dunia dan seisinya.
Sadar posisi dua etnitas berbeda, maka cara pikir sesuai
manusia gugur kekuatannya. Kita dipaksa, meski sebenarnya tidak. soal tanya
yang selalu keluar saat kepala berkabut mau buyar, kalau memang pada akhirnya
diminta tunduk dan merendah sejajar tanah, mengapa harus pula menciptakan rasa,
bahagia, menderita dan segalanya? Kenapa tidak semua jadi malaikat saja
daripada seperih ini jadi manusia?
Barangkali saya mengerti jeritan hati teman-teman tunasusila
yang terpaksa dikoyak norma. Paham dirinya lemah, namun mengapa harus dia yang
dipilihnya jadi penanggung beban. Toh tidak ada di dunia juga tidak berpengaruh
apa-apa. Mati saja? Buat apa ini semua?
Jawabannya ada. Kalau sang keikhlasan mau kau pakai. Kalau
keinginan mau kau tekan. Kalau kau mau cerita pada sang pngrajin alam semesta.
Balik ke pabrik, konsultasi pada pembuat, Tuhan, saya rusak. Rasanya di tengah
dada sakit sekali ketika bernapas. Rasanya keras dan menusuk. Saya kenapa,
Tuhan?
Tentu dia tahu. Pada sebuah buku panduan yang sebenarnya
bisa dipahami dan diperhatikan. Dengan seluruh dunia bekerja dan jarak pandang
terbatas kita pada sepotong akal yang kita punya, Dia menyembuhkan. Sesuatu
yang sebenarnya seluruh dunia bekerja, jadi kesatuan. Namun tiba-tiba muncul
mendadak mengagetkan jantung. Menjadi sesuatu yang kita sebut kebahagiaan.
Kalau sudah begini, mesti sudah paham sejauh apapun kita
pergi, tidak ada ruang untuk lari. Sebenarnya, hidup di dunia tidaklah terlalu
susah. Kita sendiri, robot-robot berhati yang dirakit hanya dengan dua
kalimat-lah yang membuat hidup jadi rumit. Meminta yang tidak ada, melunjak,
memarahi dunia dan memaki yang paling Maha segalanya, padahal nilai kita sesama
nyawa tumbuhan di dasar danau. Tak berarti banyak baginya. Sebab berapa banyak
lagi Ia bisa buat.
Sebab yang memberi diri kita nilai berharga atau tidak, ya
diri kita sendiri.
Bayangkan sebuah lumut mengeluh pada-Nya. Tak bisa pergi kemana-mana.
Tak seindah buga matahari, bunga sepatu, maupun pohon-pohon kayu yang kokoh.
Hanya punya akar dan daun. Ingin punya batang dan kembang. Ingin keindahan
warna-warna ceria dan dicintai manusia maupun serangga. Bayangkan Ia mengeluh.
Tidak mau bekerja. Memaki dirinya.
Padahal bermeter-meter tembok dan sekeras-kerasnya batu akan
pecah bila mulai dilapukinya.
Masih mau bilang tidak berguna?
Soal bagaimana Ia dipakai untuk menahan erosi tanah, membuat
obat sakit kulit, supplier oksigen, dan lainnya. Meski bahkan tak punya kaki
tangan dan hanya terdiam kepada cahaya, Ia ada gunanya.
Apalagi dirimu, sayang.
Kukasih tahu, Tuhan memang begitu. Tergantung apa yang kamu
konsumsi sebelum berdoa dan merasa sedih. Lantas merefleksikan Tuhan seperti
yang kamu mau. Tidak bisa melihat diri sendiri, tidak bisa merasakan fungsi
bagi yang terlibat, dan hanya fokus pada kejelekan yang melekat.
Tuhan memang begitu. Sudah sifatnya harus disembah. Sudah
setelannya kamu harus menyembah. Maka kamu akan kembali jadi baik dan lega,
hilang lelah ketika kamu kembali kepada kodratmu diciptakan. Penyembah.
Ambisi, cinta, cita dan semua doa yang Tuhan nggak jawab itu
barangkali skenario besar untuk tetap mempertahankan kamu di jalan Tuhan.
Kuncinya dan kendali ada pada-Nya. Tugasmu bicara dan menyortir apa yang rusak.
Merayu dengan kata-kata paling halus dan menyentuh di dunia agar Ia mau
memperbaikimu.
Sebab Tuhan memang begitu. Kamu miliknya. Dunia ini
miliknya. Dan dia yang berhak atas semua yang ada.
Kenali Tuhanmu. Maka kamu akan kenal dirimu. Bahwa kamu Cuma
makhluk yang punya pencipta. Menjadi tahu meletakkan posisi, emosi dan mimpi
dimana. Diberikan buku panduan dan memperbaiki sendiri. Sedang Tuhan yang
menyelesaikan bagianmu yang lain nanti. Jangan kaget. Tiba-tiba Tuhan memberi
di depan mata. Suka surprise tak tekira, lebih dari apa yang kamu cita-cita.
Sebab, Tuhan memang begitu.
ذٰلِكَ فَضْلُ اللّٰهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ
Demikianlah karunia Allah, yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki; dan Allah memiliki karunia yang besar (Q.S Al-Jumu'ah: 4)
17/06/2022
22:01
Komentar
Posting Komentar