Pada Punggung yang Menegak Lebih Kuat
Tanggal 2 Agustus kemarin, Allah SWT memanggil Om-ku pulang.
Namanya Carim, serapan dari kata Karim yang artinya mulia. Semasa hidupnya, Beliau adalah orang yang paling keras kepala untuk menyatukan keluarga.
Men-support pertemuan silaturahim setahun sekali, bela-belain keliling Jawa Barat untuk menjemput kalau ada saudara tak punya ongkos. Pulang pergi diantar Beliau.
Ya, Beliau orangnya sangat penyayang dan perhatian.
Teman-teman, mohon doanya ya. Al-Fatihah.
Lantas ketika para pelayat dan saudara sudah pulang, Saya berpikir sepanjang perjalanan. Tentang Bibi saya yang tinggal, tentang ketiga anaknya yang dua orang masih sekolah. Salah satunya di pesantren dengan biaya tidak bisa dibilang murah.
Aa, begitu panggilan anak pertamanya masih linglung atas kematian sang Ayah. Tiba-tiba jadi tulang punggung keluarga untuk membiayai adik-adik dan Ibunya.
Saat itu, hati saya rasanya sakit betul.
Secara logika, manusia yang begitu menggantungkan hidupnya pada orang lain seketika kehilangan dunia, bagaimana caranya hidup? Pikiran rumit mulai dari acara tahlil, mengurusi hal-hal terkait almarhum, memikirkan masa depan... yang mana dahulu entahlah.
Kita punya Tuhan, tentu, Namun seorang perempuan sekalipun punya batasnya sendiri.
Matanya memerah oleh tangis, tidak kunjung hilang kaca-kaca kepedihan. Tapi sepapan punggung kecilnya dipaksa tegak. Mulai sekarang, sambil menggantungkan asa-nya pada Tuhan, dia harus jadi lebih kuat.
Saya lantas lihat ke diri saya.
Banyak sekali kurangnya.
Banyak sekali leha-lehanya.
Bagi Bibi dan sepupu-sepupu saya, dunia sudah jadi lebih keras. Mereka tak punya rasa malas dalam daftar pilihan hidup. Usaha. Bergerak. Bertahan. Lantas jadi lebih kuat.
Sayapun harus jadi lebih kuat.
Malu sama Mereka. Ingin membantu Mereka. Namun bahkan saya belum sanggup membantu diri Saya sendiri.
Tuhan... rasanya sajadah saya basah. Hamba mohon ampun, Tuhan. Atas segala kelemahan yang hamba punya, sesungguhnya Engkau-lah yang Maha Kuat. Maka semoga Engkau menguatkan hamba, Tuhan. Semoga Engkau kuatkan hamba dalam hati, pikiran dan finansial. Untuk membantu diri hamba sendiri, untuk bantu Mereka juga. Untuk bantu orang-orang yang hamba cinta dan mencintai hamba.
Aaamin Ya Rabbal Alamiin.
---------
Maaf bila tulisan ini begitu kacau. Sebab saya masih dalam keadaan duka dan tidak percaya Beliau sudah tiada. Terima kasih sudah menyempatkan membaca. Doa terbaik untuk kita semua dalam proses menjadi lebih kuat.
Jakarta, sepulang dari Karawang
dengan sejuta kenang
6 Agustus 2022.
Komentar
Posting Komentar